SEPUTARHUKUM.COM - Kebijakkan
Pemerintah Kota Bengkulu melakukan pemotongan zakat sebesar 2,5 persen
bagi seluruh Aparatur Sipil Negera (ASN) masuk kategori pungutan liar
alias Pungli.
Hal
itu ditegaskan langsung Guru Besar Hukum Tata Negara IPDN, Prof.
Juanda, saat dihubungi via selulernya, Kamis pagi (26 September 2019).
Menurut dia, setiap pemotongan hak orang per orang oleh Pemerintah
Daerah harus memiliki dasar hukum yang jelas baik tertuang dalam
Peraturan Daerah (Perda) atau aturan lain sesuai dengan kebutuhan
daerah.
"Pemotongan
hak orang per orang tanpa ada payung hukumnya, masuk kategori pungli
dan itu bisa dipidanakan Walikotanya. Untuk itu Pemerintah Kota harus segara membuat
Perda atau minimal Peraturan Walikota agar pemotongan itu memiliki
kekuatan hukumnya. Meskipun secara Undang-Undang sudah mengatur tentang
kewajiban membayar zakat. Namun harus ada turunan dari undanga-undangan
tersebut yang dijabarkan masing-masing daerah baik tertuang dalam perda
atau Perwal," terangya.
Sebelumnya,
Wakil Walikota Bengkulu Dedi Wahyudi, saat dimintai tanggapan terkait
dasar hukum beberapa waktu lalu, menjelaskan bahwa Pemkot melalukan
pemotongan zakat bagi seluruh ASN sesuai dengan Undang-Undang. Selain
itu, seluruh ASN diklaim telah menandatangani surat pernyataan diatas
materai bersedia dipotong.
"Jadi
kalau ada yang keberatan silakan sampaikan surat keberatannya kepada
kami sehingga mulai besok-besok kita minta pihak terkait untuk tidak
lagi dilakukan pemotongan. Jadi aturan zakat ini, ada Undang-Undangnya
bro," ujar Dedi sambil berlalu.
Diberitakan
salah satu media daring BengkuluNews.co.id. Salah satu sumbernya yakni
Kepala Sekolah di Kecamatan Ratu Samban, membenarkan adannya penolakkan
pemotongan gaji untuk zakat profesi sebesar 2,5 persen dari para guru
(ASN) di Sekolah Dasar yang ia pimpin. Bahkan penolakkan tersebut sudah
disampaikan secara tertulis ke Dinas Pendidikan Nasional Kota Bengkulu.
"Seluruh ASN di Sekolah yang saya pimpin menolak gajinya dipotong untuk zakat profesi 2,5 persen. Bahkan ada 11 guru termasuk beberapa staf sudah menandatangani surat pernyataan penolakkan bermaterai 6.000. Surat itu disampaikan ke Diknas," ungkap Kepsek yang enggan disebutkan namanya.
"Hanya saja, meski surat penolakkan sudah disampaikan sejak Februari 2019 silam, namun hingga saat ini setelah 7 bulan berjalan pemotongan masih tetap dilakukan. Anehnya lagi, intruksi Walikota tersebut tidak pernah disosialisasikan dan hanya disebarluaskan melalui pesan grup WhatsApp," tegasnya.
"Seluruh ASN di Sekolah yang saya pimpin menolak gajinya dipotong untuk zakat profesi 2,5 persen. Bahkan ada 11 guru termasuk beberapa staf sudah menandatangani surat pernyataan penolakkan bermaterai 6.000. Surat itu disampaikan ke Diknas," ungkap Kepsek yang enggan disebutkan namanya.
"Hanya saja, meski surat penolakkan sudah disampaikan sejak Februari 2019 silam, namun hingga saat ini setelah 7 bulan berjalan pemotongan masih tetap dilakukan. Anehnya lagi, intruksi Walikota tersebut tidak pernah disosialisasikan dan hanya disebarluaskan melalui pesan grup WhatsApp," tegasnya.
0 Komentar