Seputarhukum.com, Bengkulu Utara - Petani sawit yang mengikuti program Plasma PT. SIL di Desa Taba Tembilang mulai mengeluhkan hasil panen yang tidak sesuai.
Dalam aturan yang ditetapkan bersama bahwa hasil panen petani seluruhnya harus disetorkan ke PT. SIL dengan pembagian 40:60, dan bagian 40 adalah perusahaan sebagai kompensasi pembayaran hutang yang diterima petani.
Menurut Manajer Perusahaan PT. SIL, Petrus Silaban, Plasma itu adalah amanat undang-undang yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sebagai wujud mensejahterakana petani yang berada disekitar perusahaan.
"Petani hanya menyiapkan lahan, jadi semua proses dilahan tersebut mulai dari penebasan lahan, penanaman, pemupukan hingga berumur 5 tahun itu ditanggung oleh perusahaan, bahkan bibitnya juga, dan semua kita hitung dalam bentuk rupiah, namun untuk berjalan program tersebut, maka petani harus menyerahkan agunan berupa sertifikat tanahnya dijaminkan ke bank dengan penanggungjawabnya perusahaan," ungkap Petrus.
Oleh sebab itu, lanjut Petrus, kewajiban petani adalah menyerahkan seluruh hasil pertaniannya berupa sawit ke perusahaan.
"Kita sudah siapkan angkutan, dan nanti setelah akan panen petani memberitahukan kepada perusahaan, kita juga siapkan petugas untuk mengontrol sawit masyarakat, agar perusahaan bisa lakukan pengangkutan sawit dari petani, setelah itu masyarakat menerima 60% bagian mereka, " tambah Petrus.
Sekretaris Desa Taba Tembilang, Suhri Sandra menyampaikan keresahan yang ada di masyarakat, yang ikut program plasma, seperti kehilangan sawit, pembagian tidak rata dan bahkan walaupun selalu setor, hutang mereka tidak kunjung habis.
"Itulah kondisi masyarakat petani kita, dan saya juga ikut program plasma, kami merasa selalu dirugikan, dan, kami mau ada transparansi dari perusahaan, mana laporan setoran hutang kami, mereka tidak pernah menunjukkannya," tegas Suhri.
Menanggapi pernyataan sekdes Taba Tembilang, Kepala koperasi plasma PT. SIL, Panut, mencoba meluruskan keadaan yang sebenarnya terjadi, soal hutang petani sawit.
"Saya mencoba menjelaskan, bahwa perusahaan itu tidak pernah memberikan pinjaman kepada petani sawit, dalam skema Plasma ini, namun perusahaan hanya sebagai penjamin, karena sesungguhnya yang memberikan pinjaman tetaplah bank, saat ini perusahaan sangat dirugikan dengan keadaan yang terjadi, dan masyarakat harus mengetahui itu, saat ini perusahaan harus rutin nombok angsuran petani kepada bank, karena itu konsekuensi sebagai penjamin, bagaimana tidak, karena banyak masyarakat yang tidak setor hasil plasma," ungkap Panut.
Yang dipahami petani, lanjut Panut, bahwa setelah setor, mereka sudah menganggap selesai kewajiban.
"Petani harus diberikan pengetahuan, bahwa yang terjadi selama ini adalah petani menyetorkan hasil panen sawit tidak sebesar keajaiban mereka untuk mengangsur, ilustrasinya begini, jika kewajiban mereka 4jt per bulan dan hanya setor 2jt, maka sebagai penanggungjawab, maka perusahaan harus menutupi kekurangan-kekurangannya, dan itu yang membuat seolah hutang mereka tak kunjung lunas, dan bagaimana mau lunas, wong setoran kurang terus," pungkas Panut. (Tim)
0 Komentar